Kamis, 26 Juni 2008

Cakenjring

Kesenian Cakenjring merupakan musik kolaborasi antara Calung, Kenthong dan Genjring (terbang, Bhs. Jawa), karya fonomental yang digagas Dewan Kesenian Kabupaten Banyumas menjelang diselenggarakannya Festival Kesenian Rakyat yang bertaraf internasional di Republik Ceko tahun 2007.Cakenjring digagas karena untuk mengakomodir seni musik yang ada dan berkembang di Kabupaten Banyumas dengan filosofi

  • Calung diangkat sebagai yang mewakili musik tradisional banyumasan dimana termasuk didalamnya ‘lengger’ sebagai vokalisnya/penyanyi sekaligus sebagai penari.
  • Kenthong, dimana awalnya kenthong hanya sebagai alat komunikasi masyarakat, dengan perkembangannya menjadi alat musik dan dapat dikatakan sebagai yang mewakili musik kontemporer.
  • Genjring mewakili musik religi Islami.

Pada bulan Juni 2007, Dewan Kesenian Kabupaten Banyumas bersama dengan Enggar & Associates Jakarta, sebuah EO yang menangani misi kesenian rakyat dalam Festival-festival Kesenian Rakyat Internasional, mengirimkan misi kesenian Tim Cakenjring ke Republik Ceko untuk mengikuti Mezinarodni Folklorni Festival, dimana Tim Cakenjring dalam festival tersebut menyabet gelar The Best Performance.Pada bulan Desember 2007, kembali Tim Cakenjring bertolak ke Malaysia untuk mengikuti World Drum Festival Chapter 1 di Kualalumpur, dan mendapatkan gelar tim terfavorit. Enggar & Associates, kembali akan mengajak Tim Cakenjring DKKB untuk memenuhi undangan Walikota Lampang City, Thailand dalam rangka “Songkran Festival” yang akan diadakan pada tanggal 10 s.d 16 April 2008.Dalam rangka Hari Jadi Banyumas ke 426 tahun 2008, Disparbud Kabupaten Banyumas melalui Bidang Kesenian bekerja sama dengan DKKB akan menggelar Cakenrjing Kolosal (kalau saat ke Republik Ceko Tim Cakenjring Formasi 17, sedangkan ke Malaysia Cakenjring Formasi 10)

Adapun cakenjring kolosal di alun - alun purwokerto ditampilkan dengan formasi :

  • Pemain Calung dan Tari sejumlah 114 personel adalah siswa-siswi SMKI “Sendang Mas” Banyumas
  • Pemain Kenthong sejumlah 90 personel dari warga Bobosan Purwokerto Utara dan sekitarnya.
  • Pemain Genjring sejumlah 40 personel dari Ajibarang dan 440 personel dari Plana Somagede Banyumas.

Menurut project officcer Yusmanto, S.Sen, Kabid. Kesenian Disparbud Kabupaten Banyumas, Cakenjring Kolosal tersebut akan digelar pada tanggal 6 April 2008 mulai pukul 09.00 di Alun-alun Purwokerto. Dalam kesempatan gelar kolosal tersebut Cakenjring Formasi Kolosal ini akan menyuguhkan repertoarnya, diantaranya:

  • Jinggel Cakenjring karya Sungging Suharto
  • Tunggak Jati mati karya Yusmanto, S. Sen
  • Bukak Kusan (repertoar yang pernah dibawakan di Republik Ceko dan Malaysia)

Harapan Bambang Set Ketua Umum DKKB, dengan adanya gelar kolosal ini masyarakat dapat melihat, menikmati dan menjadi pemerhati serta diharapkan masyarakat memberikan respon posistif dengan memberikan masukan-masukan terutama pada kesenian Cakenjring ke depannya sehingga bisa menjadi ikon kesenian Banyumasan.

Tarian Banyumas

  1. Lengger,yaitu jenis tarian tradisional yang tumbuh subur diwilayah sebaran budaya Banyumasan. Kesenian ini umunya disajikan oleh dua orang wanita atau lebih. Pada pertengahan pertunjukkan hadir seorang penari pria yang lazim disebut badhud(badut/bodor), Lengger disajikan diatas panggung pada malam hari atau siang hari , dan diiringi oleh perangkat musik calung.
  2. SINTRÉN, adalah seni traditional yang dimainkan oleh seorang pria yang mengenakan busana wanita. Biasanya kesenian ini melekat pada kesenian ébég. Ditengah pertunjukkan ebeg para pemain melakukan trance/mendem, kemudian salah seorang pemain mendem badan, kemudian ditindih dengan lesung.Dan dimasukan ke dalam kurungan. Di dalam kurungan itu ia berdandan secara wanita dan menari bersama - sama dengan pemain yang lain. Pada beberapa kasus, pemain itu melakukan thole-thole, yaitu penari membawa tampah dan berkeliling arena untuk meminta sumbangan penonton.
  3. AKSIMUDA, adalah kesenian bernafas Islam yang tersaji dalam bentuk atraksi Pencak Silat yang digabung dengan tari-tarian.
  4. ANGGUK, yaitu kesenian bernafaskan Islam yang tersaji dalam bentuk tari-tarian. Dilakukan oleh delapan orang pemain, & pada bagian akhir pertunjukkan para pemain Trance (tidak sadar)
  5. APLANG atau DAENG, Kesenian yang serupa dengan Angguk, pemainnya terdiri atas remaja Putri.
  6. BONGKÉL, Musik Traditional yang mirip dengan Angklung, hanya terdiri atas satu buah Instrument dengan empat bilah berlaras slendro, dengan nada 2, 3, 5, 6. Dalam pertunjukkannya Bongkel disajikan gendhing - gendhing khusus bongkel.
  7. BUNCIS, yaitu perpaduan antara seni musik & seni tari yang disajikan oleh delapan orang pemain. Dalam pertunjukkannya diiringi dengan perangkat musik Angklung. Para pemain buncis selain menjadi penari juga menjadi pemusik & vokalis. Pada bagian akhir sajian para pemain Buncis Intrance atau mendem.
  8. ÉBÉG, adalah bentuk tari tradisional khas Banyumasan dengan Properti utama berupa ebeg atau kuda kepang. Kesenian ini menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukkan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul & cépét. Dalam pertunjukkannya ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe. Kesenian ini mirip dengan jathilan, kuda kepang dan kuda lumping di daerah lain.

Begalan

Jenis kesenian khas Banyumasan lain yang juga hampir punah adalah Bagalan. Kesenian teatral jalanan ini biasa dimainkan untuk doa keselamatan perhelatan pernikahan bagi pasangan anak bungsu yang mendapatkan anak sulung. Begalan digelar dalam bentuk teater yang didalamnya ada tokoh begal/perampok, dan yang dirampok, kemudian ada peran tritagonis sebagai pelerai saat peristiwa perampokan berlangsung. Barang-barang yang dirampok itu nantinya akan dikarotobosokan oleh si pelarai. Misalnya barang berupa cangkir, itu artinya setiap pengantin harus nyancang pikir. Begitu pula soal cikrak (tempat mengambil sampah) juga bermakna diencik rakrak (diinjak bisa bikin luka kaki). Ini merupakan jenis kesenian pertunjukan penuh perlambang dan petuah diselingi tembang-tembang Banyumasan dalam iringan gamelan format sederhana. Meski sudah jarang muncul grup baru, tetapi kelompok kesenian Begalan masih sering pentas di berbagai perhelatan pernikahan. Kelompok kami masih sering ditanggap untuk Mbegal di berbagai upacara pernikahan. Lumayan. Jika dirata-rata sebulan bisa pentas sampai 3 kali. Setiap pentas, yakni sampai 7 orang, masing-masing mendapat uang lelah Rp 200 ribu. Ya lumayan bisa untuk imbuh-imbuh penghasilan harian kata Joni Jonte (40), koordinator Grup Begalan Sumbang, Banyumas. Kesenian genjring juga amat khas untuk Banyumas. Musik dari bebunyian rebana yang tumbuh di Banyumas ini beda dengan kesenian rebana daerah lain, karena di Banyumas selain menggunakan model membunyikan babon, karon, kalu, kapat dan bedug, juga lagu-lagu yang dilontarkan amat mBanyumas, yakni rancak dan penuh dinamis. Kesenian ini terus saja hidup dan ditanggap di berbagai pesta, seperti untuk pernikahan, sunatan atau syukuran habis panen.Saya masih sering ditanggap pentas nggenjring sebulan 4 kali. Sekali pentas saya dapat honor minimal Rp 150 ribu tutur Kus Bendol (45) koordinator Grup Genjring Istiqomah Ajibarang, Banyumas. Untuk kesenian khas Banyumasan yang masih ramai untuk tanggapan pentas adalah Lengger atau Ronggeng Banyumasan. Kesenian ini seperti tayub Yogyakarta, tetapi dengan iringan musik calung bambu dan lagu-lagu Banyumasan. Karena kesukaan wong Banyumas pada irama-irama rancak, maka pertunjukan Lengger atau Calung Banyumasan ini pun lebih bergairah manakala menguakkan pertunjukan tarian gengsot dalam lagu yang rancak, gembira bahkan sering seronok itu. Dalam buku Ronggeng Dukuh Paruk-nya Ahmad Tohari disebutkan, pertunjukan ronggeng menjadi magnit seksual laki-laki penontonnya dengan mbancer/ngibing yang saweran duitnya selalu dimasukkan ke dalam kutang si ronggeng/lenggernya saat pinggul digoyang erotis. Karena bentuk pertunjukan yang penuh gengsot, syair/parikan seronok seperti itu, ditambah musiknya yang super rancak, menjadikan kesenian ini terus saja hidup dan berkembang. Nama-nama lengger mBanyumas seperti Astuti, lengger pemecah rekor ‘Gengsot Terlama Se Dunia versi MURI tahun 1999 tersebut sampai sekarang masih eksis dan laris ditanggap pentas.
Bahkan sekarang di Banyumas muncul lengger yang akan pentas di Folklore World Festival, Praha Republik Ceko, Sukini. Wanita asal Desa Datar, Banyumas ini memang sedang naik daun dan banyak dibicarakan masyarakat yang suka nonton ronggeng tersebut. Seni ngibing khas Banyumas, gengsot, domaktingting joss itu memang telah menjadi penghidupanku, mata pencaharianku. Penonton yang ikut ngibing gengsot, mbancer juga silakan saja aku malah makin suka karena ada duit sawer yang menambah penghasilanku ngronggeng. Meski senang, menjadi ronggeng memang sulit. Pasalnya selain harus pintar menari yang menggairahkan, juga harus bisa sambil nembang Banyumasan secara bagus papar Sukini.

Kentongan

Kenthongan (sebagian menyebut tek-tek), adalah alat musik yang terbuat dari bambu. Kenthong adalah alat utamanya, berupa potongan bambu yang diberi lubang memanjang disisinya dan dimainkan dengan cara dipukul dengan tongkat kayu pendek. Kenthongan dimainkan dalam kelompok yang terdiri dari sekitar 20 orang dan dilengkapi dengan bedug, seruling, kecrek dan dipimpin oleh mayoret. Dalam satu grup kenthongan Kenthong yang dipakai ada beberapa macam sehingga menghasilkan bunyi yang selaras.
Kesenian khas Banyumasan yang sedang marak sekarang ini adalah seni kenthongan. Bentuk kesenian karnaval atau drumband tradisional ini memang selalu menarik untuk ditonton. Pertunjukannya yang bisa sambil berjalan/devile dan display/bermain dalam seni konfigurasi, menjadi ciri khusus pertunjukan kesenian kenthongan. Kesenian ini mulai muncul tahun 1997 dari kawasan Ajibarang, Banyumas, tepatnya dari grumbul Tambakan, Desa Ajibarang Kulon, Banyumas. Awalnya disitu muncul grup seni Thek-Thek Pring/Bambu. Karena musik bambu ini amat lentur untuk mengiringi lagu-lagu jenis apapun, tak pelak kesenian ini amat cepat berkembang. Bahkan tahun 2004 telah menjadi kesenian yang benar-benar marak dan tumbuh dimana-mana. Hampir setiap RT se Kabupaten Banyumas memiliki grup thek-thek atau kenthongan. Bahkan saking maraknya kesenian ini tumbuh, tahun 2004 pula seniman Edi Romadhon mengumpulkan 25 grup kenthongan untuk bermain bersama dalam Orkestra Kenthongan, dengan jumlah pemain 1050 orang. Seribu orang lebih ini selama 3 bulan berlatih bersama menggarap lagu-lagu populer Banyumasan seperti Megot, Baturraden dan lagu pop/dangdut nasional seperti Kopi Lambada, Putri Panggung, dengan format gerak konfiguratif yang menarik, dan instrumen pengiring yang rancak. Hasilnya, rekor MURI pun terpecahkan, sebagai Orkestra Musik Kenthongan dengan pemain terbanyak se dunia. Upaya pelestarian dan pengembangan kesenian khas Banyumasan memang wajib dilakukan, terutama oleh seniman tradisi mereka sendiri. Tokoh seniman Genjring Banyumasan, Kus Bendol mengaku salut atas pola pengembangan yang dilakukan Dewan Kesenian Kabupaten Banyumas (DKKB). Selain berbagai kesenian tradisional yang sudah berkembang tersebut dihidupkan dengan berbagai cara, misalnya festival, juga ada pengembangan kreatif yang patut menjadi contoh bagi daerah lain. ”Contohnya sekarang DKKB sedang mengembangkan kolaborasi antara seni lengger calung dengan kenthongan dan genjring. Nama jenis kesenian baru ciptaan DKKB ini adalah Cakenjring yang merupakan akronim dari Calung-Kenthong dan Genjring. Ternyata kolaborasi ini amat menarik, karena nuansa agamis pun bisa disajikan dalam format rancak gembira tak mendayu-dayu. Lewat aranger Edi Romadhon dan Sungging Suharto, Cakenjring bakal pentas di Malaysia bulan November besok. Ini sungguh menarik” kata Kus Bendol. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Banyumas, Darkam Anom Sugito mengakui, seiring berjalannya waktu, sejumlah kesenian khas Banyumas ada yang tumbuh dan tenggelam. Hal itu lantaran gejolak yang terjadi dalam tubuh cabang seni. Antara lain tenggelam saat sudah tidak ada lagi generasi muda yang mau meneruskan, atau semakin bertumbuh jika seni menjadi populer serta banyak yang memperlajarinya.

Calung

Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan mepukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni pertunjukan. Ada dua bentuk calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay dan calung jinjing.
Calung Rantay
Calung rantay bilah tabungnya dideretkan dengan tali kulit waru (lulub) dari yang terbesar sampai yang terkecil, jumlahnya 7 wilahan (7 ruas bambu) atau lebih. Komposisi alatnya ada yang satu deretan dan ada juga yang dua deretan (calung indung dan calung anak/calung rincik). Cara memainkan calung rantay dipukul dengan dua tangan sambil duduk bersilah, biasanya calung tersebut diikat di pohon atau bilik rumah (calung rantay Banjaran-Bandung), ada juga yang dibuat ancak "dudukan" khusus dari bambu/kayu, misalnya calung tarawangsa di Cibalong dan Cipatujah, Tasikmalaya, calung rantay di Banjaran dan Kanekes/Baduy.
Calung Jingjing
Adapun calung jinjing berbentuk deretan bambu bernada yang disatukan dengan sebilah kecil bambu (paniir). Calung jinjing terdiri atas empat atau lima buah, seperti calung kingking (terdiri dari 12 tabung bambu), calung panepas (5 /3 dan 2 tabung bambu), calung jongjrong(5 /3 dan 2 tabung bambu), dan calung gonggong (2 tabung bambu). Kelengkapan calung dalam perkembangannya dewasa ini ada yang hanya menggunakan calung kingking satu buah, panempas dua buah dan calung gonggong satu buah, tanpa menggunakan calung jongjrong Cara memainkannya dipukul dengan tangan kanan memakai pemukul, dan tangan kiri menjinjing/memegang alat musik tersebut. Sedangkan teknik menabuhnya antar lain dimelodi, dikeleter, dikemprang, dikempyung, diraeh, dirincik, dirangkep (diracek), salancar, kotrek dan solorok.
Perkembangan
Jenis calung yang sekarang berkembang dan dikenal secara umum yaitu calung jinjing. Calung jinjing adalah jenis alat musik yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Sunda, misalnya pada masyarakat Sunda di daerah Sindang Heula - Brebes, Jawa tengah, dan bisa jadi merupakan pengembangan dari bentuk calung rantay. Namun di Jawa Barat, bentuk kesenian ini dirintis popularitasnya ketika para mahasiswa Universitas Padjadjaran (UNPAD) yang tergabung dalam Departemen Kesenian Dewan Mahasiswa (Lembaga kesenian UNPAD) mengembangkan bentuk calung ini melalui kreativitasnya pada tahun 1961. Menurut salah seorang perintisnya, Ekik Barkah, bahwa pengkemasan calung jinjing dengan pertunjukannya diilhami oleh bentuk permainan pada pertunjukan reog yang memadukan unsur tabuh, gerak dan lagu dipadukan. Kemudian pada tahun 1963 bentuk permainan dan tabuh calung lebih dikembangkan lagi oleh kawan-kawan dari Studiklub Teater Bandung (STB; Koswara Sumaamijaya dkk), dan antara tahun 1964 - 1965 calung lebih dimasyarakatkan lagi oleh kawan-kawan di UNPAD sebagai seni pertunjukan yang bersifat hiburan dan informasi (penyuluhan (Oman Suparman, Ia Ruchiyat, Eppi K., Enip Sukanda, Edi, Zahir, dan kawan-kawan), dan grup calung SMAN 4 Bandung (Abdurohman dkk). Selanjutnya bermunculan grup-grup calung di masyarakat Bandung, misalnya Layung Sari, Ria Buana, dan Glamor (1970) dan lain-lain, hingga dewasa ini bermunculan nama-nama idola pemain calung antara lain Tajudin Nirwan, Odo, Uko Hendarto, Adang Cengos, dan Hendarso.
Perkembangan kesenian calung begitu pesat di Jawa Barat, hingga ada penambahan beberapa alat musik dalam calung, misalnya kosrek, kacapi, piul (biola) dan bahkan ada yang melengkapi dengan keyboard dan gitar. Unsur vokal menjadi sangat dominan, sehingga banyak bermunculan vokalis calung terkenal, seperti Adang Cengos, dan Hendarso
Calung adalah alat musik yang terbuat dari potongan bambu yang diletakkan melintang dan dimainkan dengan cara dipukul. Perangkat musik khas Banyumas yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan gamelan Jawa, terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendang. Selain itu ada juga Gong Sebul dinamakan demikian karena bunyi yang dikeluarkan mirip gong tetapi dimainkan dengan cara ditiup (Bahasa Jawa: disebul), alat ini juga terbuat dari bambu dengan ukuran yang besar. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lazim disebut sinden. Aransemen musikal yang disajikan berupa gending-gending Banyumasan, gending gaya Banyumasan, Surakarta-Yogyakarta dan sering pula disajikan lagu-lagu pop yang diaransemen ulang.

Dokumentasi Cakenjring Di Malaysia

Cakenjring in Malaysia

Di Malaysia



World Drum Festival Malaysia



Foto Bareng



Malam Di Malaysia

Dokumentasi Cakenjring Di Ceko

Cakenjring Banyumas

Rombongan Cakenjring



Live in Ceko



Perform in ceko



Rombongan Cakenjring On Bus



Time For Cakenjring